berkawan dengan kucing

Saya suka kucing. Dulu kawan karib saya seekor kucing, namanya Jerry. Tiap-tiap malam dia akan lompat atas selimut biru (wangi) saya dan tidur sampai ke pagi. Kira rapat ibarat teman sebantal lah ni. Dia pun suka ikut saya lepak kat laman atau atas atap untuk lihat bintang, main kejar-kejar, tangkap tikus (saya tengok je).

Tapi jodoh kitorang tak lama. Suatu hari dia lesap entah ke mana. Kitorang suspek dia sakit dan tak mau saya sedih hati kalau dia pergi, lalu dia pun lari.

Jerry memang kucing yang hebat, dia macam tahu apa yang saya rasa. Bila saya menangis, dia akan teman sampai saya puas. Bila saya sejuk, dia akan menempel tepi saya. Kadang-kadang saya rasa macam dia dapat baca fikiran saya. Bila Jerry dah takde, tak ada kucing yang dapat ganti dia.

Kawan karib saya pandai layan kucing. Masa tengah menunggu di satu studio dimana ada kira-kira 7 ekor kucing yang sihat-sihat dan montel-montel sedang berkeliaran manja, 2 ekor kucing telah berjaya mengambil kesempatan ke atas kawan saya.

Mula-mula si coklat melabuhkan perutnya di atas perut kawan saya sambil merenung dalam ke mata kawan saya. Dia bagai dipukau terus mengusap kepala dan leher si coklat sehingga si coklat hampir tersengguk-sengguk, sungguh selesa agaknya.

Kemudian bagai sudah puas dengan layanan eksklusif yang diberi, si coklat bangun dan beredar. Kini tiba giliran si hitam pula untuk mendapatkan kasih sayang. Si hitam lebih besar dari si coklat tetapi ini tak menghalangnya untuk mengambil tempat yang sama di atas perut kawan saya. Kawan saya mula menjalankan tugas.

Tidak lama kemudian, kami lihat cecair jernih menitik jatuh dari mulut si hitam. Bila kami bangun untuk pulang, t-shirt kawan saya dihias dengan tompok-tompok basah. Kawan karib saya memang pandai layan kucing.